Dr. I Gede Ketut Adiputra.
Jur. Biologi, FMIPA, Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
Jl. Sangalangit, Tembau Penatih, Denpasar.

 

AKLIMATISASI BIBIT ANGGREK PADA AWAL PERTUMBUHANNYA DILUAR KULTUR JARINGAN

1. PENDAHULUAN
Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik. Tulisan ini menguraikan beberapa masalah fisiologis yang perlu mendapat perhatian dalam usaha meningkatkan baik aktivitas autotrofik maupun viabilitas bibit anggrek botol.

2. AKLIMATISASI BIBIT ANGGREK
Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Masalah ini dapat terjadi karena beberapa faktor a.l.

1) Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai dengan habitatnya.
2) Tumbuhan yang dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman sebagian besar didapat secara eksogenous. Oleh karena itu, apabila dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan organik secara endogenous.


Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau antara habitat kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak melewati batas kritis bagi tanaman. Faktor lingkungan yang diperlukan oleh anggrek Phalaenopsis menurut Deptan (http://www.deptan.go.id/ditlinhorti) adalah:

1) Temperatur 28 ± 2o C dengan temperatur minimum 15oC.
2) Kelembaban nisbi (RH) berkisar antara 60-85%.
3) Intensitas penyinaran adalah 30%.


Disamping ketiga faktor tersebut, faktor lingkungan lain yang juga cukup penting terutama bagi tanaman yang baru dipindahkan dari botol adalah sirkulasi udara yang baik (http://lcnursery). Salah satu metode yang digunakan pada proses aklimatisasi tanaman botol ke tanaman pot menurut lc nursery adalah sbb:

1) Bibit yang masih ada didalam botol dikeluarkan dengan hati-hati menggunakan kawat atau dengan memecahkan botol setelah dibungkus dengan kertas.
2) Bibit kemudian dibilas diatas tray plastik berlubang sebelum disemprot dengan air mengalir untuk membersihkan sisa media agar.
3) Tiriskan bibit yang sudah bersih diatas kertas koran.
4) Tanam bibit secara berkelompok tanpa media tanam, kemudian tempatkan ditempat teduh yang memiliki sirkulasi udara yang baik.
5) Tanaman disemprot setiap hari menggunakan hand sprayer.
6) Setelah kompot berumur 1-1.5 bulan, bibit dapat ditanam dalam individual pot menggunakan media pakis atau sabut kelapa.


Metode aklimatisasi ini adalah salah satu dari sekian banyak metode yang digunakan untuk melakukan aklimatisasi terhadap bibit anggrek botol dan disebut dengan metode kering. Untuk dapat meningkatkan efektivitas metode yang digunakan, maka masalah fisiologis yang dihadapi oleh tanaman mungkin juga perlu diketahui.

3. MASALAH FISIOLOGIS PADA BIBIT ANGGREK DALAM FASE AKLIMATISASI
Tumbuhan adalah organisme autotrofik, mensintesa sendiri senyawa organik yang diperlukan untuk tumbuh dari senyawa anorganik. Untuk dapat melakukan kehidupan autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan sistem penyerapan unsur hara dan sistem biosintesis yang bertugas untuk mengubah senyawa anorganik yang diserap menjadi senyawa organik. Pada tumbuhan tinggi, sistem penyerapan unsur hara biasanya berupa suatu organ yang dikenal sebagai akar dan sistem pemanenan energy sinar matahari untuk mensintesa senyawa organik karbohidrat dikenal dengan daun. Pada beberapa spesies, sistem ini mengalami adaptasi struktur yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya.

Pada anggrek epifit seperti Phalaenopsis, akarnya terletak pada lingkungan atmosferik sehingga disebut dengan akar udara. Berbeda dengan akar yang melakukan penyerapan unsur hara melalui tanah, akar udara ini memiliki adaptasi struktur yang berupa lapisan pelindung yang disebut dengan velamen. Secara umum, velamen ini diyakini dapat berfungsi untuk membantu penyerapan bahan terlarut yang berupa unsur hara. Akan tetapi, beberapa peneliti masih meragukan karena jaringan ini impermeable terhadap air.

Adaptasi lain dari akar udara ini adalah dijumpainya kloroplast, yang hampir tidak ada ditemukan pada kebanyakan akar tumbuhan terrestrial lainnya. Menurut Thorpe (1984, h. 452), proplastid dijumpai pada sel meristematik baik pada akar maupun pada daun. Proplastid ini adalah plastid yang tidak berwarna atau berwarna hijau pucat. Dalam gelap, plastid ini disebut etioplast, dan akan berdifferensiasi menjadi kloroplast apabila ada sinar. Akar tumbuhan pada umumnya, mungkin karena berkembang didalam tanah, tidak dapat mengembangkan proplastid ini menjadi kloroplast. Akan tetapi pada akar udara, karena selalu memperoleh sinar matahari pada waktu siang maka proplastid dapat berkembang menjadi kloroplast (Baca juga A. Fahn 1991, h. 449). Keberadaan kloroplast pada akar udara ini kemungkinan dapat mempengaruhi sistem penyerapan unsur hara dan sistem distribusi hasil fotosintesis pada anggrek Phalaenopsis. Pada akar
anggrek ini, partikel-partikel berwarna hijau tampak tersebar diseluruh jaringan korteks akar yang terletak antara endodermis dan eksodermis. Partikel kloroplast ini nampak lebih banyak pada daerah dekat eksodermis dengan warna hijau muda, sedangkan kloroplast pada daerah sekitar endodermis nampak hijau gelap. Disebelah luar eksodermis terdapat lapisan agak tebal, berwarna coklat yang sering disebut sebagai
velamen. Secara skematis, lokasi kloroplast pada akar phalaenopsis dapat dilihat pada gambar 1.1.








Gambar 1.1. Penampang melintang akar yang menunjukkan secara
skematis lokasi kloroplast pada akar udara anggrek Phalaenopsis.


Dari fakta bahwa akar anggrek phalaenopsis memiliki kloroplast, maka muncullah beberapa pertanyaan, a.l. :

1) Seberapa besar kontribusi hasil fotosintesis kloroplast yang dijumpai pada akar ini terhadap total biosintesis sukrosa pada tanaman.
2) Kondisi lingkungan apa yang diperlukan agar akar dapat berfungsi optimal.
3) Apakah akar ini berfungsi sebagai penyerap unsur hara anorganik, seperti akar tanaman lain yang tidak memiliki kloroplast.


Secara teori, mekanisme penyerapan nutrisi berlangsung melalui dua jalur yaitu jalur apoplast dan jalur simplast yang keduanya kemudian diarahlan untuk melewati plasma membran dalam sel endodermis yang memiliki lapisan gabus dan dikenal sebagai pita kaspari. Mekanisme penyerapan unsur hara dengan demikian berlangsung terutama melalui sistem pompa ion pada plasma membran yang terdapat pada jaringan endodermis tersebut. Unsur hara dalam bentuk ion yang terakumulasi dibagian dalam dari endodermis kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan potensial air yang selanjutnya menyebabkan air mengalir ke dalam stele. Tekanan yang disebabkan oleh asuknya air ini selanjutnya mendorong zat terlarut untuk mengalir ke daun yang memiliki potensial air yang rendah akibat terjadinya penguapan. Unsur hara yang
terdapat pada daun kemudian berperan dalam berbagai fungsi yang berhubungan dengan pengubahan senyawa anorganik menjadi senyawa organik.

Hasil assimilasi yang terjadi di daun kemudian diedarkan kebagian tanaman lainnya melalui floem dengan mekanisme aliran tekanan seperti pada mekanisme penyerapan nutrisi. Pada daun, hasil fotosintesis mengakibatkan terjadinya penurunan potensial air yang menyebabkan air mengalir kedaerah daun tersebut. Masuknya air ini kemudian mengakibatkan terjadinya tekanan hidrostatik yang mendorong hasil fotosintesis untuk menuju bagian tanaman yang memerlukan. Teori aliran tekanan yang digunakan untuk menjelaskan aliran nutrisi baik dari daun maupun dari akar ini, sangat sesuai bagi tanaman yang melakukan fotosintesis pada daun dan penyerapan nutrisi pada akar. Akan tetapi, pada kasus akar udara, teori ini mungkin sedikit bervariasi.

Fotosintesis yang dilakukan pada akar akan menghasilkan karbohidrat yang menyebabkan penurunan potensial air dan ketika air kemudian mengalir ke daerah karbohidrat ini maka terjadilah tekanan hidrostatik yang mendorong hasil fotosintesis tersebut mengalir ke tempat lain. Sementara itu, unsur hara yang diserap akar, apabila mekanismenya sama dengan akar pada umumnya, juga menyebabkan air mengalir kedalam akar yang selanjutnya mendorong zat terlarut untuk mengalir ke stele melalui endodermis. Pada situasi ini, apakah hasil fotosintesis pada akar akan terbawa oleh aliran air pada xylem atau disalurkan melalui floem. Apabila aliran ini melalui floem, apakah saluran yang sama juga digunakan oleh hasil fotosintesis dari daun.

Dari segi jumlah, kloroplast yang terdapat dalam akar jauh lebih sedikit dari pada kloroplast yang terdapat
pada daun. Jika hasil fotosintesis per kloroplast adalah sama maka tekanan hidrostatik dari daun akan jauh lebih tinggi dari pada tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh hasil assimilasi pada akar. Oleh karena itu, kloroplast pada akar ini kemungkinan hanya digunakan untuk keperluan akar itu sendiri, seperti kloroplast yang terdapat pada biji padi (awn). Diduga bahwa kegiatan fotosintesis pada daun dan biji padi diatur oleh jaringan penyimpanan bahan makanan yang terdapat pada biji (Feller 1979 dan King et al. 1967).

Berbeda dengan padi dimana kloroplast terletak pada lokasi yang terpisah dengan tempat penyimpanan bahan makanan, kloroplast pada akar udara terletak didalam korteks yang  umumnya digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan makanan. Besar kemungkinan bahwa korteks akar merupakan tempat penyimpanan hasil fotosintesis baik oleh daun maupun oleh akar itu sendiri. Pada tanaman panili, yang daunnya memiliki morfologi hampir sama dengan anggrek Phalaenopsis, hasil fotosintesisnya setelah berupa sukrosa sebagian besar dijumpai pada batang. Dengan menggunakan uji diagnostik sukrosa, konsentrasi hasil fotosintesis sukrosa pada batang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daun, yaitu sampai mencapai 3 kali lipat (Adiputra et al. 2007, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa hasil fotosintesis yang dilakukan oleh daun disimpan pada batang. Akan tetapi bibit anggrek phalaenopsis tidak memiliki batang seperti panili, sehingga
hasil fotosintesis kemungkinan besar disimpan pada akar (Gambar 1.2).








Gambar 1.2. Anggrek phalaenopsis, 10 hari setelah transplantasi dari botol. Tumbuhan
ini terdiri sebagian besar dari daun dan akar. Batang tanaman ini terlalu pendek untuk
dapat menjadi tempat penyimpanan hasil fotosintesis.


Jika fungsi akar udara pada anggrek ini sama dengan biji padi yaitu sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis, maka aktivitas fotosintesis pada daun akan diatur oleh akar sesuai dengan proposal Feller (1979) dan King.(1967). Apabila proposal tersebut berlaku pada akar udara ini, maka fotosintesis pada daun akan naik bersamaan dengan kenaikan aktivitas penyimpanan hasil fotosintesis pada akar. Sebaliknya apabila akar
mengalami hambatan dalam menampung hasil fotosintesis maka aktivitas fotosintesis juga akan terhambat. Hal ini mungkin dapat menjelaskan fakta bahwa apabila terjadi kerusakan pada akar maka daun akan mengalami hambatan pertumbuhan. Penyebab hambatan pertumbuhan pada anggrek ini dengan demikian berbeda dengan tanaman pada umumnya yang akarnya berfungsi sebagai tempat penyerapan air dan zat terlarut. Pada tanaman ini, hambatan pertumbuhan diakibatkan oleh hambatan penyediaan air dan zat terlarut dari akar, bukan oleh hambatan translokasi hasil fotosintesis.

Untuk keperluan pertumbuhan, baik yang terjadi pada akar maupun untuk pertumbuhan daun baru, hasil fotosintesis dapat bersumber dari 3 tempat yaitu dari daun, akar atau dari tempat penyimpanan hasil fotosintesis pada korteks. Distribusi hasil fotosintesis selanjutnya tergantung pada aktivitas pertumbuhan pada tanaman tersebut. Hasil fotosintesis pada akar dapat digunakan untuk pertumbuhan daun atau sebaliknya hasil fotosintesis pada daun dapat digunakan untuk pertumbuhan akar. Proses ini mirip dengan mekanisme redistribusi hasil fotosintesis pada anakan padi (tiller) dengan tanaman pokok pada fase vegetatif. Apabila proses ini benar, maka akar memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk dapat melakukan fotosintesis secara optimum terutama ketika distribusi hasil fotosintesis dari daun menurun dan akar membutuhkan kenaikan hasil fotosintesis. Oleh karena itu, masalah penting yang juga perlu mendapat
perhatian dalam budidaya tanaman anggrek epifit ini adalah bahwa untuk dapat melakukan fotosintesis akar harus mendapat sinar, CO2 dan air yang cukup.

Kondisi lingkungan yang diperlukan oleh akar yang memiliki fungsi penyerapan unsur hara dan fungsi penyedia hasil fotosintesis merupakan objek penelitian yang cukup menarik. Untuk dapat terjadinya penyerapan CO2 dari udara, akar tidak boleh terendam oleh air, seperti pada akar biasa, agar saluran CO2 tidak tertutup. Keadaan ini tentu tidak sesuai bagi keperluan akar sebagai penyedia unsur hara bagi daun. Untuk dapat menyerap unsur hara, akar harus terendam oleh air. Permasalahan penyerapan unsur hara
dan redistribusi hasil fotosintesis ini mungkin sangat penting untuk diteliti disamping anggrek memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, tanpa mengetahui mekanisme penyerapan unsur hara dan redistribusi hasil fotosintesis perbaikan teknik pemeliharaan bibit dari botol menjadi tanaman dewasa mungkin sulit dilakukan.

4. DAFTAR PUSTAKA

1) Adiputra I G.K., AA. Suardana, I Md Sumarya, I. Sitepu, P. Sudi artawan 2007. Perubahan biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak pada panili (Vanilla planifolia). Laporan hibah bersaing I, Program studi Biologi, Fak MIPA, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
2) Adiputra I G.K., AA. Suardana, I Md Sumarya, I. Sitepu, P. Sudi artawan 2008. Perubahan biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak pada panili (Vanilla planifolia). Laporan hibah brsaing II, Program studi Biologi, Fak MIPA, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
3) Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press.
4) Feller U 1979. Effect of changed source/sink relation on proteolytic activities and on nitrogen mobilization in field-grown wheat (Triticum aestivum L.). Plant Cell Physiol. 20:1577-1583.
5) King RW, Wardlaw IF, Evans LT. 1967. Effect of assimilate utilization on photosynthetic rate in wheat. Planta 77: 261-276.
6) Thorpe N.O. 1984. Cell Biology. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Aklimatisasi Bibit Anggrek Pada Awal Pertumbuhannya Diluar Kultur Jaringan
Sumber : Dr. I Gede Ketut Adiputra. Jur. Biologi, FMIPA, Universitas Hindu Indonesia Denpasar
Denpasar, 2009

 
Make a Free Website with Yola.